Pages - Menu

Monday, September 1, 2014

World Bank Menyatakan Bahwa Indonesia Masuk ke Dalam Jajaran 10 Negara Dengan Ekonomi Terbesar di Dunia

Menurut laporan terbaru dari Bank Dunia, Indonesia masuk dalam 10 negara teratas dengan ekonomi terbesar di dunia. Indonesia turut andil dalam 2,3% dari pengeluaran ekonomi global.
Laporan ini dirilis oleh International Comparison Program (ICP) 2011, di mana laporan ini menilai ekonomi berdasarkan Purchase Power Parity (PPP), laporan ini juga menunjukkan bahwa Indonesia naik enam peringkat dengan mengungguli Negara-negara yang lebih berkembang seperti Spanyol, Korea Selatan dan Kanada.
ICP berhasil mengumpulkan lebih dari 7 juta harga dari 199 ekonomi di delapan wilayah, dengan bantuan dari 15 partner regional dan internasional.
Sembilan Negara teratas lainnya diduduki oleh Amerika Serikat, China, India, Jepang, Jerman, Russia, Brazil, Perancis dan Inggris.
Pendapatan ekonomi menengah seperti Indonesia, China, India, Russia, Brazil dan Mexico sekarang mencatat kontribusi sebesar 32,3 persen dari seluruh produk domestik di dunia. Hal ini dibandingkan dengan kontribusi sebesar 32.9 persen dari enam Negara dengan pendapatan ekonomi yang terbesar seperti, Amerika, Jepang, Jerman, Perancis, Inggris dan Italia. Dalam laporan juga menunjukkan bahwa Amerika akan kehilangan statusnya sebagai negara ekonomi terbesar dunia karena kemungkinan China akan mendapatkan tempat itu di akhir tahun ini, lebih cepat dari yang diperkirakan.
Amerika Serikat telah menjadi negara ekonomi terbesar di dunia semenjak mereka melampaui Inggris di tahun 1872.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah memprediksikan bahwa China akan menggantikan posisi Amerika Serikat pada tahun 2016, sedangkan China sendiri berharap berada di posisi pertama pada tahun 2019. Menurut laporan ini, total GDP China hampir sama dengan 87 persen dari total GDP Amerika Serikat di tahun 2011, sementara itu India sudah naik dari posisi kesepuluh pada tahun 2005 menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia, mengalahkan Jepang.
Akan tetapi, ada yang bilang PPP hanyalah salah satu cara untuk mengukur dan menilai kinerja ekonomi dunia dan untuk negara berkembang seperti India dan China, mereka masih harus banyak berbenah untuk meningkatkan perekonomian negara mereka sendiri.
”Sebagai contohnya, ketika kita mengukur kemampuan pembelian secara internasional dalam dollar, yang sangat penting dalam perdagangan internasional, negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang akan terus mendominasi ekonomi dunia,” ungkap Frederic Neumann, wakil Kepala Asia Economic Research di HSBC Hong Kong, sebagaimana yang dilaporkan oleh International Business Time, yang mengutip dari CNBC.
Presiden Susilo Bambang Yudhono merespon hal ini dengan cepat. “Pagi ini saya mendapatkan laporan dimana Indonesia sudah menjadi negara dengan ekonomi kesepuluh terbesar di dunia. Puji Tuhan, ini hasil dari usaha dan kerja keras kita.” Beliau berkata lewat akun Twitternya.
Beliau berkata bahwa bangsa ini harus terus bekerja untuk mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi.
“Ini tentunya adalah permulaan yang baik. Tetapi jalan kita masih panjang dan juga kita menghadapi banyak tantangan. Namun, dengan izin Tuhan, kita bisa mengatasi tantangan-tantangan itu,” beliau berkata di sebuah acara di Jakarta.
Menteri Keuangan Chatib Basri berkata pencapaian ini adalah berkat kebijakan ekonomi pemerintah. “Ini berarti ekonomi Indonesia sudah di jalur yang benar dan kita sudah menjalani proses yang  signifikan karena beberapa tahun yang lalu kita berada di posisi yang keenam belas.” jellas Chatib.
Tetapi banyak laporan lain menunjukkan bahwa kita seharusnya memuji bangkitnya ekonomi negara Indonesia, tetapi sebenarnya Indonesia mengalami pertumbuhan yang tidak seimbang, dengan gap yang besar antara orang yang kaya dan yang miskin.
Dikutip dari laporan yang akan datang dari Bank Dunia, Economist memberitahukan bahwa konsumsi nyata yang tumbuh itu sekitar 4 persen setiap tahun yang dirata-ratakan dari tahun 2003 sampai tahun 2010. Tapi untuk 40 persen keluarga yang paling miskin, hanya bertumbuh sekitar 1,3 persen. Ini menunjukkan perbandingan yang mencolok jika kita melihat pertumbuhan konsumsi dari 20 persen keluarga yang kaya sekitar 5,9 persen.
Berdasarkan data ini, majalah ini menyimpulkan bahwa orang yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin.
Ketidakmerataan yang bertumbuh antara kelompok berpendapatan rendah dan kelompok berpendapatan tinggi juga sudah ditunjukkan dengan memburuknya sebagai koefisien Gini Negara – yang termasuk pencairan pendapatan – dari 0.29 pada tahun 2000 menjadi 0.38 di tahun 2011, turun hampir sepertiga.
The Economist juga menunjukkan fakta bahwa sektor informal berkontribusi sebesar 70 persen kepada GDP Negara, berarti ini menunjukkan mayoritas luas tenaga kerja Indonesia tidak mempunyai jaminan gaji minimal dan perlindungan dari pemerintah.
Orang-orang terpaksa bekerja secara informal dikarenakan manufacturing di Indonesia dibatasi oleh insfrastruktur yang sudah tua, undang-undang pekerja yang lemah dan kebijakan perlindungan yang menyulitkan pabrik menjadi bersaing, menurut majalah The Economist.
Indonesia sudah meningkatkan pengeluaran sosialnya, majalah ini melaporkan, ditambah pula pemerintah sudah mempunyai rencana berani untuk memperkenalkan rencana perawatan kesehatan secara universal pada tahun 2019.
Akan tetapi, pengeluaran pemerintah masih berpihak kepada yang kaya, dengan 20 persen anggaran pemerintah, atau 282 triliun rupiah ($24.5 billion) pada tahun ini, diarahkan kepada subsidi energi. Bensin yang murah menguntungkan orang yang kaya, yang juga menjadi konsumen terbesarnya.
Sumber: thejakartaglobe.com

No comments:

Post a Comment